Konsumen obat di Indonesia masih belum berdaya. Sampai detik ini, mereka masih tak punya pilihan untuk menenggak obat dalam bentuk kapsul, sekalipun sebagian besar umat Islam tahu bahwa ada kemungkinan kapsul tersebut tidak halal karena terbuat dari gelatin babi. Situasi umat Islam di Indonesia dilematis. Di satu sisi, mereka ingin sembuh. Tapi di sisi lain mereka berhadapan dengan barang subhat.
Kapsul merupakan alternatif terbaik di dunia farmasi. Cangkang lunak berbentuk tabung kecil ini dapat melindungi konsumen obat dari rasa dan aroma yang ekstrim. Kapsul juga melindungi pasien dari obat yang terlalu asam. Itu karena kapsul baru akan hancur di usus dan bukan lambung. Pasien dengan gangguan lambung akan aman.
Itulah sebabnya kapsul masih banyak digunakan untuk mengemas obat. Kapsul dipakai karena kepraktisannya untuk kenyamanan konsumen obat. Umumnya obat memiliki rasa tak enak seperti pahit, anyir, manis, dan bau. Obat juga beragam jenisnya mulai serbuk, cairan, atau bentuk padat. Pada obat jenis cair, saat ini produsen menambah flavour atau perasa ke dalamnya, terutama bila itu untuk anak-anak. Obat untuk anak-anak biasanya ditambahkan perasa orange atau strawberry.
Beberapa upaya menyamankan konsumen obat masih belum optimal. Belum ada yang seefektif kapsul. Cangkang kapsul dapat mewadahi berbagai bentuk obat mulai tepung atau serbuk, granula, pasta, cair, dan semi padat yang bila dikemas cara biasa memerlukan penanganan berbeda.
Bahan padat bisa dikeraskan menjadi tablet. Sedangkan bahan cair harus dikemas tersendiri dalam botol dan berbeda lagi untuk jenis pasta yang harus menggunakan tube. Belum lagi bila satu jenis obat merupakan campuran dari beberapa bahan berbeda.
Dengan kapsul, semua bisa teratasi apapun bentuk dasarnya. Artinya cukup menempuh satu kali proses untuk beragam obat. Cukup sederhana dan praktis. Kondisi ini menguntungkan produsen obat.
Kapsul juga memiliki keunggulan lain. Pengemasan obat dalam kapsul menjadi lebih mudah. Cangkang kapsul membungkus rapat obat di dalamnya. Dengan begitu penanganan selanjutnya menjadi lebih mudah dan higienis. Di sisi lain pewarnaan pada cangkang kapsul mempermudah produsen atau pihak yang berhubungan dengan obat mengenalil perbedaan obat. Konfigurasi warna pada cangkang kapsul bisa lebih banyak.
Cangkang kapsul terbuat dari gelatin atau pembentuk gel lainnya. Gelatin diproduksi dari kulit dan tulang babi dan sapi. Dari bentuknya kapsul dapat dibedakan keras (hard) dan lunak (soft). Yang umum digunakan di Indonesia adalah hard capsule yang dibuat dari gelatin dan pewarna, pengawet dan pelentur. Di negeri ini, peredaran kapsul yang terbuat dari gelatin babi dan sapi hampir sama banyak. Karena itu masih ada kemungkinan memperoleh kapsul halal.
Sulitkah memperoleh kapsul halal?
”Sebetulnya tidak,” kata Nur Wahid, salah seorang staf pada Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Di Indonesia juga beredar kapsul gel yang aman dikonsumsi karena terbuat dari gelatin sapi. Produk ini semula dibuat perusahaan asal Amerika Serikat untuk memenuhi permintaan kapsul halal dari Malaysia. Harganya relatif lebih tinggi mengikuti produk gelatin sapi yang harganya masih lebih mahal dibanding gelatin babi.
Namun keberadaan kapsul halal ini merupakan satu alternatif bagi konsumen obat di Indonesia. Mereka bisa memilih kapsul yang terbuat dari gelatin sapi atau yang halal kendati dengan harga lebih mahal. ” Minta saja pada petugas farmasi, mereka akan mengerti,” kata Nur Wahid.
Meski demikian bukan berarti masalah kapsul ini sederhana. Dia menguraikan proses pemeriksaan kapsul halal menjadi rumit bila dikaitkan dengan obat yang berada di dalamnya. ”Kita juga perlu mewaspadai isinya,” ujarnya lagi.
Cangkang kapsul sangat kecil untuk mencantumkan label halal. Ini bukan yang tersulit karena yang paling rumit justru menentukan kehalalan kandungan kapsul atau obat yang dibungkus kapsul. ”Berarti harus ada dua kali pemeriksaan,” tandas alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.
Masalah cangkang kapsul, kata dia, melibatkan dua pihak yakni produsen kapsul dan produsen obat. Kedua produsen tersebut biasanya merupakan perusahaan yang berbeda sama sekali. Sementara label halal yang dicantumkan pada kapsul tak menjamin isinya halal. Sedangkan tanpa label, kapsul halal tak bisa dibedakan dengan kapsul lainnya.
Saat ini IPB masih meneliti penggunaan pati dan selulosa untuk pengganti gelatin. IPB mengembangkan pembuatan selulosa dari nata de coco. Hanya saja belum jelas sudah sejauh apa, penelitian mereka.
Sebagian besar pakar masih menggolongkan kapsul dalam situasi darurat. Itu karena kapsul digolongkan sebagai obat. Alhasil, kapsul boleh dikonsumsi. Namun bila ingin hati-hati, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk mengatasinya yakni: mintalah resep obat yang tak dikemas dalam bentuk kapsul. Bila kapsul merupakan satu-satunya alternatif, bukanlah cangkang kapsul lalu makan isinya dengan mencampur pisang.
Rasa pahit, getir atau anyir yang ditimbulkan oleh obat masih lebih baik dibandingkan memasukkan barang subhat ke dalam tubuh. Bila mungkin tanyakan apotek apakah kapsul tersebut halal atau tidak, bila ada kapsul halal mintalah jenis itu. Tanpa informasi yang jelas, tinggalkan kapsul. (Tid)
sumber: republika online